Rabu, 13 Februari 2013

Aku Pernah Takut, Anakku

Tak pernah terbayangan bahwa aku meninggalkan kalian, tak pernah terlintas aku menikmati hari-hari tanpa kalian, tak pernah bermimpi jika aku harus pergi dan membubung tinggi sedang kalian di bawah meratapiku,
tak pernah berharap aku memenuhi panggilan Bapa sedang kalian masih harus menggapai cita-cita, Itulah hari di puncak rasa gundah, sakit, dan tak berdaya, sepanjang minggu teronggok di kasur tanpa kekuatan.
Itulah lagu sendu, mengikis kekuatanku, meluruhkan kegesitanku, memporak-porandakan hari-hari hingar bingarku, Keletihan tubuh, kusut masainya pikiranku, memicu tekanan darah hingga 220, mememecah pembuluh darah hidungku hingga menyemburkan darah tertumpah-tumpah, hingga menitikkan tetes demi tetes mengalirkan darah memerahi puluhan hingga ratusan tisue di dini hari hanya terjaga di mimpi. Oooh wahai, hari seperti itu tak pernah kukira, waktu seperti itu tiba tak pernah kujumpa, saat sepi mendorongku hingga ke pinggir harap, menutup jendela harap, menyembunyikanku dari sungai pengaharapan yang pernah kulayari, melemparkanku dari padang yang pernah membaringkanku, menenggelamkanku dari lautan yang pernah menghdupiku. Oooh wahai, aku tak pernah ingin meninggalkanmu, sendiri, meniti hari-hari pedih, sementara masih kusimpan catatan kecilmu tentang harapan dan mimpi, tentang doa-doamu buat kita semua. Aku mencintaimu, Anak-anakku. Aku pernah takut dan kin tidak lagi. Aku pernah kuatir dan kini tidak lagi. Kini kuberani berkata padamu, kuatlah kalian di dalam rumah Bapa, karena kalain tak pernah sendiri, bukan aku yang menuntunmu, yang mengajagaimu, yang membelai letihmu, yang mengusap basah keringatmu, yang menghembushilangkan kuatir dan takutmu. tapi DIA yang telah menjahit hidup tiap-tiap inci hari-hari kita, DIA yang akan membelaimu hangat dalam sepi dan dinginmu, saat mengejar citamu.

(salam sayang selalu, saat bapak mulai sembuh dari sakit, dan ingin selalu memeluk kalian tiap waktu)


0 komentar: