Kamis, 01 Oktober 2009

Tangan Iseng Pembakar Sampah Hampir Menghanguskan Rumah Raras dan Gagas



Tiga mobil PMK (pemadam kebakaran) masuk ke lokasi perumahan Puri Permata Regency (PPR) pada Rabu 30 September 2009. Mobil ini bukan sedang nunut parkir atau menjemput petugas PMK, tapi kesigapan mereka datang hanya untuk memadamkan api yang hampir 5 jam, dari jam 11 siang hingga jam 4 sore, meratakan bukit sampah, menerjang rerimbunan rumput alang-alang setinggi 3 meter di areal rawa timur PPR, persis di sebalah belakang rumah Raras dan Gagas.

Kehebohan yang semula muncul dari Bu Dwi, PPR A 21, karena lidah api telah menjalar masuk rumah melalui lubang ventilasi, mengalir dan memecah suasana, melibatkan hampir seluruh warga yang sedang tidak 'ngantor' hari itu. Tiga mobil PMK pun berdatangaan dengan suara sirine yang makin menghebohkan kawasan Desa Pepe, Kecamatan Sedati.

Bermula dari Mr. X, orang iseng yang membakar kapas sisa di bukit sampah, yang adalah bukan tempat pembuangan sampah resmi, akhirnya lidah api di terik panas siang itu merembet membakar ilalang setinggi 3 meter yang sebagian besar mengering, kena imbas climate change - saat panas makin panas dan makin lama, dan rerumputan di mana-mana mengering. Makin lama kebakaran di lokasi kecil itu pun merembet, menyeruak ilalang, memerahkan hamparan ilalang si kawasan rawa kering, seluas hampir 1 ha itu.

"Saya sampe histeris.... apinya gede dan tinggi banget pas di belakang rumah saya, " demikian ungkap Ivana Kartikasari , nyonya rumah di A21 yang kerap dipanggil Bu Dwi ini. Histerianya bisa dimaklumi, sang suami, Dwi Prasetyo, sang Perwira AL yang sedang studi itu hanya tinggal berdua dengan anak semata wayangnya, Sya. Ia pun berlarian ke sana kemari meminta bantuan para tetangga. Dan banyak selang mulai ditancapkan ke kran paling dekat dari lokasi, di rumahnya, rumah penulis yang kebetulan juga hampir menjadi korban si jago merah, rumah Pak Cholil, dan tetangga dekat. Bekerja sama dengan para ibu lain yang kebetulan di rumah, dan para suami sedang tidak bekerja, dibantu para tukang yang sedang nggarap rumah Pak Sigit, hingga Pak Komarudin, sang Satpam PPR.

Sekitar jam 4 api bisa dipadamkan. Namun sungguh tidak terduga jam 11 tengan malam, ketika para bapak sedang bekerja bakti memasang pagar pembatas dan papan-papan peringatan untuk membuang sampah sembarangan, ditemukan titik api yang masih membakar ilalang dan sempat menyibukkan para bapak untuk mematikannya. Sungguh tidak diduga, meski telah lewat dari 7 jam setelah kembalinya 3 mobil PMK, masih ada bara yang menyala. Bisa dibayangkan seandainya malam itu tidak ada kerja bakti???

Konon peristiwa ini sebenarnya sudah bisa diduga. Pembakaran oleh orang tak dikenal sering kali menghebohkan PPR, hingga asap memenuhi ruang-ruang dan bilik rumah paling dalam. Bukit sampah makin hari makin menggunung. Ketua-ketua RT di kampung sebelah RT 26 (RT PPR) telah dihubungi supaya memperingatkan warganya agar tidak membuang sampah di lokasi lahan tidur. Karena selain kotor, juga tidak sedap dipandang. Bu Kades Pepe pun pernah dilapori perangkat RT PPR, bahkan Camat Sedati pun telah menerima laporan dari warga PPR. Begitulah, laporan tinggan laporan. Janji diumbar dan sampah tetap menggunung. Warga PPR yang sering berpatroli pun dengan tegas sering memperingatkan para pembuang sampah sembarangan ini. Dan peringatan pun mengalir bagai asap yang sebentar mengepul deras dan kemudian lenyap. "Minggu lalu saya sempat mengusir 2 orang yang membuang sampah di situ. Saya suruh ambil dan membawa kembali sekarung sampah itu," tutur Pak Sigit, penghuni rumah A18.

Peristiwa kebakaran pada hari tepat di peringatan G 30 s PKI itu pun menjadi moment berharga bagi warga PPR untuk kembali berjuang mengkomunikasi pikiran-pikiran baik tentang pentingnya kebersihan kepada warga sekitar. Mereka beranggapan, komunikasi paling lembut tetap harus dilakukan, meski sikap cuek dan sikap tidak responsif mereka temui dalam mensosialisasikan pentingnya membuang sampah di tempat yang seharusnya.

Syukur, kebakaran bisa diatasi. Masa panas menghujam bumi sidoarjo yang masih akan dirasakan hingga akhir November nanti tetap direspon dengan hati dingin oleh warga PPR. Senyum dan kesabaran masih menjadi senjata mutakhir untuk menyelesaikan masalah di zaman yang makin menghilangkan keharmonisan antartetangga di bumi Indonesia ini. Peace!
Raras dan Gagas, ingatlah peristiwa ini. Simpan menjadi pelajaran berharga. Jangan buang sampah sembarangan. Siaplah bekerja sama dengan setiap orang untuk hal yang baik, ketika kalian sedang ada dalam kondisi baik atau tidak baik. Saling bertolong-tolonganlah!